Perkembangan Politik, Ekonomi dan Keamanan Masa Juli 1959 – 11/3/1996
A. Keadaan Politik dalam Negeri
- Pengertian Demokrasi terpimpin
Demokrasi
Terpimpin ditafsirkan dari sila ke-4 Pancasila, yaitu Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratn / perwakilan.
Kata “dipimpin” kemudian ditafsirkan bahwa demokrasi harus dipimpin oleh
presiden.
Era Demokrasi Terpimpin di Indonesia merupakan kolaborasi
antara kepemimpinan PKI dan kaum borjuis nasional dalam menekan
pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani
- Nama kabinet yang dibentuk Presiden dan Programnya
Kabinet
Ampera I adalah Kabinet yang dibentuk dan bertugas mulai tanggal 25
Juli 1966 - 17 Oktober 1967. Kabinet ini diumumkan langsung oleh Letjen
Soeharto sebagai Ketua Presidium Kabinet atas persetujuan Presiden
Soekarno.Kabinet Ampera yang bertugas:
1. menciptakan stabilitas politik,
2. menciptakan stabilitas ekonomi.
Tugas
pokok itulah yang disebut Dwidarma Kabinet Ampera. Program yang
dicanangkan Kabinet Ampera disebut Caturkarya Kabinet Ampera, yaitu:
1. memperbaiki perikehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan;
2. melaksanakan pemilihan umum dalam batas waktu seperti tercantum dalam
Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966 (5 Juli 1968);
3. melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif untuk kepentingan
nasional sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966;
4. melanjutkan perjuangan antiimperialisme dan antikolonialisme dalam segala
bentuk dan manifestasinya.
- Penyimpangan yang dilakukan Presiden Soekarno masa demokrasi terpimpin
Kekeliruan
yang sangat besar dalam demokrasi terpimpin Soekarno adalah adanya
pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi yaitu absolutisme dan
terpusatnya kekuasaan hanya pada diri pemimpin, sehingga tidak ada ruang
kontrol sosial dan chek and balance dari legislatif terhadap eksekutif.
Akibat dari kondisi ini mendorong terjadilah penyelewengan terhadap
Pancasila dan UUD 1945.
Penyimpangan-penyimpangan pada masa demokrasi terpimpin antara lain :
1.
Pada tahun 1960 Presiden dengan penetapan Presiden membubarkan DPR
hasil pemilu pertama karena menolak untuk menyetujui RAPBN yang diajukan
Presiden.
2. Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara telah
mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden seumur hidup. Hal ini jelas
bertentangan dengan UUD 45 Bab III pasal 7.
3. Ketua Majelis
Permusyawaratan Rakyat dan Ketua Dewan Perwakilan rakyat Gotong Royong
diangkat sebagai menteri. Tindakan ini bertentangan dengan UUD 45, sebab
kedudukan DPR selaku lembaga legislatif sejajar dengan kedudukan
Presiden selaku eksekutif. Dengan diangkatnya Ketua MPRS dan DPRGR
sebagai menteri, di mana dalam UUD 45 dinyatakan bahwa kedudukan menteri
adalah sebagai pembantu Presiden, maka tindakan tersebut secara
terang-terangan telah merendahkan martabat lembaga legislatif.
4. Membuat Poros Jakarta – Peking – Pyong Yang, jelas menyimpang dari Politik Luar Negeri RI yang bebas aktif.
- Apa yang dilakukan PKI masa Demokrasi Terpimpin sehingga PKI menjadi partai yang kuat dan dapat mengadakan pemberontakan.
Partai
Komunis Indonesia (PKI) menyambut "Demokrasi Terpimpin" Soekarno dengan
hangat dan anggapan bahwa PKI mempunyai mandat untuk mengakomodasi
persekutuan konsepsi yang sedang marak di Indonesia kala itu, yaitu
antara ideologi nasionalisme, agama (Islam) dan komunisme yang dinamakan
NASAKOM.
Pada tahun 1962, perebutan Irian Barat secara militer
oleh Indonesia yang dilangsungkan dalam Operasi Trikora mendapat
dukungan penuh dari kepemimpinan PKI, mereka juga mendukung penekanan
terhadap perlawanan penduduk adat yang tidak menghendaki integrasi
dengan Indonesia.
B. Politik Luar Negeri
- Kebijakan politik luar negeri
an
otoriter atau bisa dikatakan sudah otoriter. Banyak kebijakan yang
ditetapkan bertentangan dengan konstitusi mulai dibubarkannya DPR hasil
Pemilu tahun 1955 hingga penetapan Soekarno sebagai presiden seumur
hidup. Bahkan Soekarno membuat poros tersendiri dengan menjauh dari
politik luar negeri bebas aktif.
pada masa Demokrasi Terpimpin
terlihat ada beberapa penyimpangan dari politik luar negeri bebas-aktif
yang menjadi cenderung condong pada salah satu poros. Saat itu Indonesia
memberlakukan politik konfrontasi yang lebih mengarah pada
negara-negara kapitalis seperti negara Eropa Barat dan Amerika Serikat.
Politik Konfrontasi tersebut dilandasi oleh pandangan tentang Nefo (New
Emerging Forces) dan Oldefo (Old Established Forces). Nefo merupakan
kekuatan baru yang sedang muncul yaitu negara-negara progresif
revolusioner (termasuk Indonesia dan negara-negara komunis pada umumnya)
yang anti-imperialisme dan kolonialisme, sedangkan Oldefo merupakan
kekuatan lama yang telah mapan, yakni negara-negara kapitalis yang
neokolonialis dan imperialis (Nekolim). Untuk mewujudkan Nefo tersebut
maka dibentuklah poros Jakarta-Phnom Penh-Hanoi-Peking-Pyong Yang.
Dampaknya ruang gerak Indonesia di forum internasional menjadi sempit
sebab hanya berpedoman ke negara-negara komunis.
Selain itu,
Indonesia juga menjalankan politik konfrontasi dengan Malaysia. Hal ini
disebabkan karena pemerintah tidak setuju dengan pembentukan negara
federasi Malaysia yang dianggap sebagai proyek neo-kolonialisme Inggris
yang membahayakan Indonesia dan negara-negara blok Nefo. Dalam rangka
konfrontasi tersebut Presiden mengumumkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora)
pada tanggal 3 Mei 1964, yang isinya adalah perhebat ketahanan revolusi
Indonesia dan bantu perjuangan rakyat Malaysia untuk membebaskan diri
dari Nekolim Inggris. Pelaksanaan Dwikora dengan mengirimkan sukarelawan
ke Malaysia Timur dan Barat menunjukkan adanya campur tangan Indonesia
pada masalah dalam negeri Malaysia.
Hal berikutnya adalah Politik
Mercusuar. Politik Mercusuar dijalankan oleh presiden sebab beliau
menganggap bahwa Indonesia merupakan mercusuar yang dapat menerangi
jalan bagi Nefo di seluruh dunia. Untuk mewujudkannya maka
diselenggarakan proyek-proyek besar dan spektakuler yang diharapkan
dapat menempatkan Indonesia pada kedudukan yang ter-kemuka di kalangan
Nefo. Proyek-proyek tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar
mencapai milyaran rupiah diantaranya diselenggarakannya GANEFO (Games of
the New Emerging Forces) yang membutuhkan pembangunan kompleks Olahraga
Senayan (Gelora Bung Karno), serta biaya perjalanan bagi delegasi
asing.
Kemudian pada tanggal 7 Januari 1965, Indonesia keluar
dari keanggotaan PBB sebab Malaysia diangkat menjadi anggota tidak tetap
Dewan Keamanan PBB.
Tampak bahwa politik luar negeri bebas-aktif
Indonesia pada masa Soekarno condong ke blok Sosialis dan lebih pada
isu-isu high politic dan perjuangan bangsa Indonesia dalam membangun
image sebagai negara besar dan berpengaruh di level baik regional maupun
internasional untuk setara dengan negara-negara lain. Hal ini tak lepas
dari kondisi bangsa Indonesia yang saat itu baru merdeka dan sedang
membangun nation- dan state-building-nya. Kesatuan politik lebih penting
bagi Soekarno pada waktu itu daripada membangun basis ekonomi rakyat.
Tak heran, semua itu telah tercermin dalam aksi dan reaksi serta
interaksi politik luar negeri Indonesia di bawah kepemimpinan Soekarno.
C. Keadaan Ekonomi Indonesia
- Sebab dan bagaimana menyelesaikannya
Dalam
bidang ekonomi, Presiden Soekarno mempraktikkan sistem ekonomi
terpimpin. Presiden secara langsung terjun dan mengatur perekonomian.
Pemusatan kegiatan perekonomian pada satu tangan ini berakibat penurunan
kegiatan perekonomian.
Dalam upaya meningkatkan aktivitas
perekonomian Indonesia, pemerintah mengambil beberapa langkah yang dapat
menunjang pembangunan ekonomi Indonesia. Lankah-langkah yang ditempuh
pemerintah adalah sebagai berikut :
a) Devaluasi Mata Uang Rupiah
Sebagai
langkah pertama dalam usaha perbaikan keadaan ekonomi, maka pada
tanggal 24 Agustus 1959 pemerintah mendevaluasi mata uang Rp 1.000,00
dan Rp 500,00 menjadi Rp 100,00 dn Rp 50,00. Mata uang pecahan seratus
kebawah tidak didavaluasi. Tujuan devaluasi ini adalah untuk
meningkatkan nilai rupiah dan rakyat kecil tidak dirugikan. Pemerintah
juga melakukan pembekuan terhadap semua simpanan di bank-bank yang
melebihi jumlah Rp 25.000,00. Namun demikian, tindakan pemerintah itu
tidak dapat mengatasi kemunduran ekonomi sehingga gambaran ekonomi tetap
suram.
b) Menekan Laju Inflasi
Dalam upaya membendung
inflasi, dikeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2
tahun 1959yang mulai berlaku sejak tanggal 25 Agustus 1959. Peraturan
itu dimaksudkan untuk mengurangi banyaknya uang yang beredar agae dapat
memperbaiki kondisi keuangan dan perekonomian negara.
Penghasilan
negara berupa devisa dan penghasilan lain yang merupakan sumber-sumber
penting penerimaan negara mengalami kemosrotan . hal ini berpengaruh
terhadap merosotnya nilai mata uang rupiah. Akibatnya, pemerintah
melakukan likuiditas terhadap semua sektor, baik sektor pemerintah
maupun sektor swasta. Keadaan ini merupakan kesempatan yang baik untuk
menertibkan setiap kegiatan pemerintah dan swasta yang sebelumnya tidak
dapat dikendalikan.
Sementara itu, sejak tahun 1961 Indonesia secara
terus-menerus membiayai kekurangan neraca pembayarannya dari cadangan
emas dan devisa. Pada akhir tahun 1965, untuk pertama kalinya dalam
sejarah keuangan, Indonesia sudah habis membelanjakan cadangan emas dan
devisa, serta memperlihatkan saldo negatif sebesar 3 juta dollar AS.
Walaupun demikian, aktivitas perekonomian masyarakat Indonesia tidak
diatur lagi oleh bangsa asing melainkan telah diatur oleh bangsa
Indonesia sendiri.
c) Melaksanakan Pembangunan Nasional
Untuk
melaksanakan pembangunan nasional, diperlukan modal dan tenaga ahli.
Sementara Indonesia tidak memiliki cukup modal dan tenaga ahli. Karena
konfrontasi dengan Malaysia dan memasuhi negara-negara Barat (Eropa
Barat), maka bantuan modal dan tenaga dari luar negeri sangat sulit
diperoleh. Dengan demikian, pembangunan yang direncanakan tidak dapat
dilaksanakan dengan mulus sehingga belum dapat menaikkan taraf hidup
rakyat.
Pada tanggal 28 Maret 1963, Presiden Soekarno menyampaikan
Deklarasi Ekonomi (Dekon) di Jakarta. Dekon merupakan strategi dasar
dalam ekonomi terpimpin. Tujuan utama Deklarasi Ekonomi itu adalahuntuk
menciptakan ekonomi nasioanal yang bersifat demokratis dan bebas dari
imprealisme untuk mencapai kemajuan ekonomi. Mengingat tidak mudahnya
untuk mendapatkan bantuan luar negeri, maka pemerintah Indonesia
menyatakan bahwa ekonomi Indonesia berpegang pada sistem ekonomi
berdikari (berdiri di atas kaki sendiri).
Dekon itu kemudian disusul
dengan 14 peraturan pelaksanaan pada tanggal 26 Mei 1963 yang lebih
dikenal dengan Peraturan-peraturan 26 Mei . Deklarasi Ekonomi beserta
peraturan-peraturan pelaksanaannya ternyata tidak berhasil mengatasi
kemerosotan ekonomi bahkan memperberat beban hidup rakyat karena indeks
biaya hidup semakin meningkat, harga barang kebutuhan naik, dan juga
laju inflasi sangat tinggi.
- Sebab kegagalan mengatasi kemerosotan ekonomi
Kegagalan itu disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut :
• masalah ekonomi tidak diatasi berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi, tetapi diatasi dengan cara-cara politis.
• Peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah sering bertentangan antara satu peraturan dengan peraturan yang lainnya.
• Tidak ada ukuran yang obyektif untuk menilai suatu usaha atau hasil dari suatu usaha.
• Terjadinya berbagai bentuk penyelewengan dan salah urus.
D. Keadaan Keamanan Negara
- Terjadinya pemberontakan G30 S PKI sebabnya, tujuan dan menyelesaikannya
Gerakan
30 September atau yang sering disingkat G 30 S PKI, G-30S/PKI, Gestapu
(Gerakan September Tiga Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah
sebuah kejadian yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 di mana enam
pejabat tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh
dalam suatu usaha pemberontakan yang disebut sebagai usaha kudeta yang
dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia.
PKI merupakan
partai Stalinis yang terbesar di seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni
Sovyet. Anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari
pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh yang
mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan petani Barisan Tani Indonesia
yang mempunyai 9 juta anggota. Termasuk pergerakan wanita (Gerwani),
organisasi penulis dan artis dan pergerakan sarjananya, PKI mempunyai
lebih dari 20 juta anggota dan pendukung.
Pada bulan Juli 1959
parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi di bawah dekrit
presiden – sekali lagi dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat
tangan angkatan bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke
posisi-posisi yang penting. Sukarno menjalankan sistem “Demokrasi
Terpimpin”. PKI menyambut “Demokrasi Terpimpin” Sukarno dengan hangat
dan anggapan bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu
antara Nasionalis, Agama dan Komunis yang dinamakan NASAKOM.
Pada
era “Demokrasi Terpimpin”, kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum
burjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum
buruh dan petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi
yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, foreign reserves menurun,
inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.
Korban
Keenam pejabat tinggi yang dibunuh tersebut adalah:
* Letjen TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi)
* Mayjen TNI R. Suprapto (Deputi II bidang Administrasi Menteri/Panglima AD)
* Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III bidang Perencanaan Menteri/Panglima AD)
* Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I bidang Intelijen Menteri/Panglima AD)
* Brigjen TNI Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV bidang Logistik Menteri/Panglima AD)
* Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat)
Jenderal
TNI Abdul Harris Nasution yang menjadi target utama, selamat dari upaya
pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan
ajudan beliau, Lettu CZI Pierre Tendean tewas dalam usaha pembunuhan
tersebut.
Selain itu beberapa orang lainnya juga turut menjadi korban:
* Bripka Karel Satsuit Tubun (Pengawal kediaman resmi Wakil Perdana Menteri II dr.J. Leimena)
* Kolonel Katamso Darmokusumo (Komandan Korem 072/Pamungkas)
* Letkol Sugiono (Kepala Staf Korem 072/Pamungkas)
Para
korban tersebut kemudian dibuang ke suatu lokasi di Pondok Gede,
Jakarta yang dikenal sebagai Lubang Buaya. Mayat mereka ditemukan pada 3
Oktober.
Sesudah kejadian tersebut, 30 September diperingati sebagai
Hari Peringatan Gerakan 30 September. Hari berikutnya, 1 Oktober,
ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Pada masa pemerintahan
Soeharto, biasanya sebuah film mengenai kejadian tersebut juga
ditayangkan di seluruh stasiun televisi di Indonesia setiap tahun pada
tanggal 30 September. Selain itu pada masa Soeharto biasanya dilakukan
upacara bendera di Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya dan
dilanjutkan dengan tabur bunga di makam para pahlawan revolusi di TMP
Kalibata. Namun sejak era Reformasi bergulir, film itu sudah tidak
ditayangkan lagi dan hanya tradisi tabur bunga yang dilanjutkan.
Penumpasan G30 S PKI
Setelah
melakukan aksinya, Letkol Untung kemudian mengumandangkan berdirinya
Dewan Revolusi yang selanjutnya bertindak sebagai pemegang kekuasaan dan
keamanan negara. Dewan Revolusi ini diketuai oleh Letkol Untung dengan
wakil Brigjen Suparjo.
Melihat hal tersebut, Mayjen Soeharto segera
melakukan tindakan tegas. Ia lalu menyuruh Sarwo Edhi Wibowo selaku
RPKAD untuk mengamankan keadaan. Dengan sekejap pasukan Sarwo Edhi
berhasil menguasai RRI. Dalam siaran tanggal 1 Oktober 1965 malam,
Mayjen Soeharto menegaskan bahwa G-30S/PKI adalah pemberontakan dan
Presiden Soekarno dalam keadaan selamat.
Pada tanggal 1 Oktober juga,
TNI dapat menguasai pangkalan udara Halim Perdanakusumah dan Lubang
Buaya. Lalu, pada tanggal 2 Oktober 1965 jenazah perwira TNI AD berhasil
di temukan di Lubang Buaya dan pada tanggal 5 Oktober 1965 jenazah
pahlawan revolusi dikebumikan di TMP Kalibata. sementara jenazah Kolonel
Katamso dan Letkol Sugiyono yang menjadi korban Gestapu di Yogya baru
ditemukan tanggal 19 Oktober 1965.
Sementara itu, beberapa orang yang
terlibat dalam Gestapu terus melarikan diri ke berbagai tempat di Pulau
Jawa. Akan tetapi, usaha penumpasan G-30S/PKI terus dilakukan di
berbagai tempat. Akhirnya Letkol Untung dapat ditangkap di Tegal pada
tanggal 11 Oktober 1965 dan pimpinan PKI waktu itu, D.N. Aidit ditangkap
di Surakarta tanggal 22 November 1965. Selain itu, banyak pula tokoh
PKI lain yang ditangkap. Kemudian mereka diajukan ke Mahkamah Militer
Luar Biasa (Mahmillub) untuk diadili.
Akibat dari Gestapu tersebut
adalah munculnya demonstrasi menentang PKI. Para demonstran menuntut
dibubarkannya PKI. Pada demonstrasi ini, gugurlah mahasiswa Universitas
Indonesia, Arif Rahman Hakim yang mendapat gelar pahlawan Ampera (Amanat
penderitaan rakyat).
Akhirnya, pada tanggal 11 Maret 1966 lahirlah
Supersemar yang isinya memberikan amanat kepada Letjen Soeharto untuk
mengambil segala tindakan demi mencapai keamanan dan ketenangan. lalu,
pada tanggal 12 Maret 1966, PKI dinyatakan partai terlarang di seluruh
Indonesia dan pada tanggal 18 Maret 1966 dilakukan pembersihan kabinet
dari orang-orang yang diduga terlibat Gestapu. Dengan lahirnya
Supersemar inilah sebagai awal dimulainya orde baru.
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Post a Comment